Kudapan Pembuka, Selamat Mencicipi!
Tulisan ini bukan sebagai bentuk ditepatinya sebuah janji
pada seorang teman -sosok antara jiwa Markisot, Rahwana, dan sebagainya- namun, lebih dari itu, berharap tulisan ini bisa menjadi
titik awal sebagai bentuk dedikasiku pada sebuah ‘pekerjaan keabadian’. Bukankah menulis adalah pekerjaan keabadian?
Bukan maksudku ingin diperbudak oleh waktu. Justru aku
ingin berkawan dengannya. Bermula dari tulisan ini, kuharap titik-titik yang digadang kelak
akan menemui jalannya untuk saling menyambung satu sama lain. Mungkin juga
harapnya, mungkin juga harapmu. Semoga.
Ini adalah kisah tentang segala. Benar, 'segala'. Entah segala
sesuatu, segala hal, dan segala yang hadir dalam pikiranmu saat ini. Bebas kau
bayangkan seperti apa. Mungkin inilah gaya kepenulisanku. Inilah sastranya. Ia begitu
bebas dan luas. Ia akan memberimu ruang dan waktu untuk turut berimajinasi,
mengeluarkan segala karya dari buah pikirmu. Tulisan ini ingin engkau turut
mengeluarkan segala pemikiran yang dihasilkan oleh daging di dalam kepalamu
itu.
Sebagaimana arus sungai, biarlah tulisan-tulisan ini
mengalir mengikuti jalannya dalam hari-hari. Ini bisa jadi tentang aku, dia,
mereka, atau mungkin bagian lain dari kami. Bahkan, ini juga bisa jadi dirimu. Secuil
saja nilai bisa kamu petik dari tulisan ini, maka kisah arus sungai ini pun akan menjadi kisahmu yang kelak mampu mengantar kita untuk bisa menyamudera bersama. Iya, kita. Selamat, ya, untuk kita!
Menyungai menyamudera yang dilakukan tetap mengalir tanpa rekayasa adalah bagian indahnya ya kan? he..he..
BalasHapusSelamat menikmati sesuatu yang kau anggap sebagai perjuangan, kini dan nanti..
HapusYa.... walaupun seberjuang-juangnya kita, tetaplah tak layak bagi seorang pejuang menyebut usahanya sebagai perjuangan ya kan? he..he... Biarlah yang diperjuangkan yang akan menilai usaha itu sebagai perjuangan
Hapus